Menghentikan Jabatan Wali Kota Buat DPRD Siantar Takut Terjebak

By Redaksi - Friday, 16 April 2021
Foto
Foto

Pematangsiantar, Kabarnas.com - Pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pematangsiantar terpilih yang belum terlaksana menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pakar hukum di kota ini, Riduan Manik mengatakan bahwa jadwal pelantikan yang masih mengambang menimbulkan hukum yang prematur.

Polemik ini tidak lepas dari penetapan Kota Pematangsiantar masuk Pilkada serentak di tahun 2020. Sementara masa jabatan kepala daerah hasil pemungutan suara di tahun 2016, dalam hal ini Hefriansyah selaku wali kota dan Togar Sitorus sebagai wakil wali kota selesai pada bulan Februari 2022. Muncul dua asumsi masyarakat, pertama jabatan tersebut akan dipangkas di tahun 2021 ini. Kedua, jabatan terus lanjut, akibatnya masa jabatan hasil Pilkada 2020 menjadi singkat jika merujuk masa jabatan hingga 2024.

Menelaah masalah ini, Riduan Manik berpandangan bahwa seyogyanya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersikap tegas dengan memberikan kompensasi untuk mengakhiri jabatan kepala daerah sekarang ini. Langkah itu dinilai pantas dilaksanakan jika melihat semangat Pilkada serentak tahun 2020.

"Kalau hasil Pilkada 2020 juga belum ada kepastian hukum, bagaimana kita melangkah lebih jauh? Bagaimana hasil pemilu itu, di mana wali kota terpilih meninggal. Wakilnya otomatis jadi wali kota. Tapi kan, tidak sesederhana itu," kata dosen Universitas Simalungun (USI) tersebut saat diskusi di Cafe 2'DE POINT, Jalan Farel Pasaribu, Kamis (15/4/2021).

Dalam diskusi yang mengangkat topik "Siantar Mencari Wakil Wali Kota" tersebut menghadirkan Daud Simanjuntak selaku anggota DPRD Kota Pematangsiantar dari Fraksi Golkar dan Mangasi Purba selaku Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Pematangsiantar. Sementara moderator adalah Tigor Munthe.

Saat diskusi, Tigor Munthe sempat menanyakan apa alasan DPRD untuk tidak memberhentikan jabatan kepala daerah dalam paripurna penetapan pemenang Pilkada tahun 2020. Padahal untuk penetapan hasil pemenang pemilu sebagaimana data yang diterima dari KPU, seyogyanya secara bersamaan dilaksanakan pemberhentian kepala daerah periode akhir jabatan.

Menjawab itu, Daud Simanjuntak mengaku bahwa DPRD sepakat untuk tidak memberhentikan kepala daerah hasil pemungutan 2016 karena DPRD sendiri tidak mau terjebak dalam pelanggaran atas kegamangan peraturan yang ada.

Perlu diketahui, setelah pemungutan suara 2020, Calon Wali Kota Pematangsiantar terpilih, Ir Asner Silalahi, meninggal dunia. Sebagaimana dalam ketentuan hukum, kini posisi almarhum akan digantikan oleh Calon Wakil Wali Kota Pematangsiantar, dr Susanti Dewayani. Berangkat dari itu, sejumlah kandidat calon wakil wali kota telah mendaftarkan diri ke parpol. Termasuk ke PDI Perjuangan.

Soal pendaftaran itu, Mangasi Purba mengaku bahwa pihaknya hanya melaksanakan mekanisme partai dan itu juga dilakukan oleh tiap-tiap partai untuk mencapai tujuan partai itu sendiri. Dan sejauh DPC PDI Perjuangan telah menerima 8 berkas calon wakil wali kota.

Sementara mengenai pemberhentian jabatan kepala daerah saat ini, bagi Mangasi Purba, tidak ada hukum yang secara gamblang mengaturnya. Pada sisi lain jabatan kepala daerah tercatat dari tahun 2017 hingga Februari 2022. Sehingga kondisi ini melahirkan keuntungan untuk kepala daerah dan merugikan bagi Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih 2028.

"Siantar sebenarnya masuk Pilkada 2015 (namun pemungutan suara digelar 16 November 2016 karena ada masalah SK partai pengusung dan pelantikan pasangan terpilih 2017 ). Setelah itu lahirlah Undang-undang nomor 8 tahun 2016. Pada pasal 202 diatur ada kompensasi. Tapi sebenarnya Siantar tidak masuk di situ karena pasal tersebut dibuat setelah Pilkada di Siantar. Pasal 202 itu untuk Pilkada 2017," terangnya.