Membangun Danau Toba Melalui Komunikasi Lingkungan

By Redaksi - Sunday, 25 October 2020

Danau Toba yang berada di Wilayah Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia dan menjadi objek wisata favorit karena keindahan alamnya yang membentang di sekitarnya. 

Danau Toba ini memiliki hamparan air tawar sepanjang ± 100 kilometer dengan lebar ± 30 kilometer ini, berada di ketinggian satu kilometer di atas permukaan laut. Itulah salah satu keajaiban dunia yang menjadi andalan untuk pengunjung wisata di Sumatera Utara.

Rimbunnya pohon pinus dan enau yang tumbuh subur menambah cantiknya danau ini. Sangat terasa dinginnya udara dari deretan gunung berapi (bagian dari Pegunungan Bukit Barisan). Jika sedang berkabut akan melahirkan berupa ragam lukisan dan dingin. Sebaliknya jika sedang cerah akan terlihat lekukan Danau Toba yang begitu indah. 

Danau Toba merupakan destinasi wisata kebanggan sumatera utara dan telah sukses menjadi kebanggaan Indonesia karena danau ini telah dinobatkan sebagai danau terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kedua di dunia setelah Danau Victoria di Afrika.

Tak hanya menjadi destinasi, Danau Toba juga merupakan kehidupan bagi penduduk sekitarnya karena sebagian besar masyarakar di sana berprofesi sebagai nelayan. Seiring berjalannya waktu kondisi Danau Toba kian memprihatinkan akibat tercemar. 

Faktor yang mempengaruhinya tidak lepas dari kurangnya tanggung jawab para pengusaha tambak ikan atau Keramba Jaring Apung (KJA). Dimana pakan ikan menciptakan limbah menakukan masa depan ekosistemnya.

Sebagaimana diketahui, KJA di perairan Danau Toba ditangani sejumlah perusahaan besar seperti Japfa, dan ratusan usaha kecil maupun menengah yang dikelolah masyarakat. 

Setiap harinya diperkirakan berton-tonnpakan ikan yang disebarkan ke KJA menjadi limbah. Nilai ekonomi yang cukup menggiurkan dari usaha KJA ikan menghambat upaya pencegahan kerusakan yang dimunculkan.

Tahun ke tahun, Danau Toba mengalami kerusakan, mulai kualitas air keruh dan menyusut, menurunnya populasi ekosistem seperti hilangnya beberapa jenis ikan, hingga menimbulkan penyakit. Bagi masyarakat, berita tentang matinya ikan ratusan ton secara mendadak bukan lagi informasi mengherankan, karena hal itu sudah berulangkali terjadi.

Semua masalah ini pun telah menyebabkan konflik antara masyarakat dan pemerintah karena kebijakan dalam menangani masalah tidak dikerjakan dengan serius, bahkan terkesan kebijakan-kebijakan yang telah diprogramkan hanya menghamburkan anggaran. Pasalnya, realisasi dari program menertibkan KJA tak kunjung ada. Tak heran jika sekitar pesisir Danau Toba dipenuhi KJA, sekaligus merusak keindahan alam.

Tercemarnya Danau Toba ini juga berasal dari wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Memang terlihat sepele jika membuang sampah kecil ke air Danau Toba, tapi akibatnya bisa berdampak luas apalagi jika kebiasaan buruk itu tidak diubah. 

Tentu peran semua pihak baik itu masyarakat, pemerintah, wisatawan dan pengusaha sangat penting dalam regulasi terciptanya Danau Toba yang indah. Harus saling bekerjasama.

Dalam regulasi ini, sosialisasi sangat dibutuhkan kepada semua pihak. Lewat sosialisasi ini, diharapkan masyarakat mematuhi peraturan pemerintah yang telah ditetapkan dan turut menghormati keputusan pemerintah. Kemudian bagi wisatawan agar memiliki rasa peduli dan inisiatif terhadap lingkungan Danau Toba. Dan yang sangat berperan penting adalah pemerintah. Harus tegas menjalankan peraturan yang telah dibuat dan memberikan sanksi bagi yang melakukan pengrusakan Danau Toba. Serta para pengusaha harus mendapatkan izin usaha dan wajib mengolah limbah hasil usahanya.

Kondisi tersebut sekarang ini dibiarkan maka itu membuat hampir seluruh masyarakat sekitar Danau Toba resah. Wajar saja, sebab jika puluhan tahun lalu air Danau Toba dapat diminum, sekarang tidak bisa lagi dan potensi ekonomi berkurang. Menurut hasil pemeriksaan, kualitas air Danau Toba telah melewati ambang batas air kualitas kelas satu. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 tahun 2009 yang menyatakan pembudidayaan ikan air tawar berada di kualitas air kelas dua atau tiga bukan kelas satu.

Oleh karenanya, salah satu solusi yang bisa memperbaiki lingkungan Danau Toba yaitu Urgensi Komunikasi Lingkungan. Komunikasi lingkungan merupakan interaksi antar manusia yang bisa mempengaruhi satu sama lain. Harapannya, wisatawan menaati peraturan yang telah ditetapkan di lingkungan danau dengan tidak membiasakan diri membuang sampah basah maupun sampah kering maupun itu sampah kecil ataupun besar serta menjaga fasilitas umum. Ini peluang dan harus dilakukan segera mungkin sebelum akibat yang ditimbulkan menjadi sangat fatal.

Komunikasi lingkungan dapat dimulai dari pihak mana pun dan disamping pemerintah menyiapkan anggaran pembenahan, pemerintah pun harus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya menyelamatkan kawasan perairan dan darat Danau Toba demi kehidupan generasi selanjutnya. Jika semua sadar dari hal kecil seperti membersihkan sampah-sampah disekitar lingkungan Danau Toba, maka Danau Toba akan kembali lebih menarik bagi banyak hal, ekosistem terjaga dan keindahan alamnya akan memikat wisatawan manca negara. (*)

Analisis diatas ditulis oleh :

Febby Alvanda Rangga (31180207)        Stevi Verayanti Siahaan (31180265)    Wulan Sari Sinaga (31180258)

Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana