Kepala BI Siantar Minta Kajari Tuntut Berat Pemalsu Uang Rp

By Redaksi - Tuesday, 08 November 2022

Pematangsiantar - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Pematangsianțar, Teuku Munandar meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsianțar memberikan tuntutan hukuman yang seberat-beratnya kepada orang yang memalsukan pecahan uang rupiah.

Teuku berharap hukuman yang berat itu bisa menjadi efek jerah bagi pelaku. Hal ini disampaikan dihadapan Kejari dan seluruh jajarannya pada saat mengedukasi cinta, bangga dan paham rupiah dan ciri-ciri keaslian uang rupiah, Senin (7/11/2022) di Gedung Kejari, Jalan Sutomo, Pematangsianțar.

"Sesuai dengan misi kejaksaan, diantaranya mencegah tindak pidana dan mewujudkan upaya penegakan hukum memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka kegiatan ini sangat tepat dilakukan. Kejahatan pemalsuan uang harus bisa dicegah, diantaranya melalui pengenaan hukuman yang berat sesuai ketentuan yang berlaku, agar ada efek. Selain itu, dengan hukuman berat sesuai ketentuan, maka rasa keadilan akan tercipta bagi masyarakat yang telah menjadi korban kejahatan uang palsu," ujarnya.

Dijelaskan, bahwa BI, Kejari dan semua elemen masyarakat punya kewajiban mempertahankan kedaulatan negara di berbagai bidang: keamanan, pertahanan, politik, ekonomi, dan lainnya. BI sendiri sebagai Bank Sentral/lembaga negara dibentuk berdasarkan UUD 1945, dituntut peranannya menjaga kedaulatan di bidang ekonomi.

Berbagai kebijakan diambil oleh BI, yang didukung oleh kementerian/lembaga lainnya, untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara, agar tercipta ketahanan ekonomi sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Sejarah dunia mencatat beberapa negara pernah terancam kedaulatannya, bahkan terjadi disintegrasi yang awal mulanya dipicu oleh kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Selain dalam hal menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan nasional, peranan BI dalam menjaga kedaulatan negara juga tercermin dari pelaksanaan tugas BI di bidang pengelolaan uang Rupiah, sebagaimana yang diamanatkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dalam UU Mata Uang tersebut jelas disebutkan bahwa alat pembayaran yang sah di NKRI adalah hanya Rupiah, dan BI merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarjan, mengedarkan, dan/atau mencabut dan menarik Rupiah.

"Jadi sudah menjadi kewajiban kami di Bank Indonesia, untuk memastikan bahwa setiap transaksi di NKRI hanya menggunakan Rupiah, yang merupakan simbol kedaulatan Negara Republik Indonesia" ucapnya dengan mencontohkan dua Kepulauan Indonesia diputuskan peradilan Internasional menjadi milik Malaysia karena transaksi mata uang di dua pulau itu menggunakan ringgit.

Untuk melaksanakan amanah UU Mata Uang, maka BI akan senantiasa berupaya untuk menjaga kedaulatan Rupiah, melalui pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan Uang Rupiah, mulai dari mengeluarkan, mengedarkan, hingga menarik uang Rupiah dari peredaran.

Tentunya upaya menjadikan Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di NKRI dan menjadi kebanggaan bangsa, tidak bisa hanya dilakukan oleh BI, melainkan diperlukan kerjasama lembaga/pihak terkait lainnya, serta partisipasi masyarakat Indonesia sebagai pengguna Rupiah.

"Rasa cinta, bangga, dan paham terhadap Rupiah harus dimiliki oleh masyarakat, sehingga dengan sendirinya kesadaran untuk menjaga Rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa akan timbul dalam diri masyarakat Indonesia. Oleh karenanya untuk menumbuhkembangkan rasa cinta, bangga dan paham terhadap Rupiah di dalam diri masyarakat, BI melakukan edukasi dan sosialisasi Cinta Bangga Paham Rupiah kepada berbagai elemen bangsa," terangnya.

Sosialisasi ini semakin penting dan strategis, karena selain sebagai masyarakat, kejaksaan memiliki peranan penting dan keterkaitan terhadap tugas Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) oleh BI.

Bagi pedagang kecil, 1 lembar uang Rupiah pecahan 100 ribu sangat berarti, sehingga apabila mereka menjadi korban kejahatan uang palsu, maka kerugiannya sangat terasa. Sementara secara makro, kejahatan uang palsu berkontribusi kepada inflasi (jumlah uang yang beredar), yang pada akhirnya akan menyusahkan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Adapun data upal (uang palsu) di wilayah kerja BI Pematang Siantar (8 kab/kota) pada tahun 2021 sebanyak 22 bilyet, paling banyak pecahan 100.000 = 293 bilyet (69%). Kemudian pecahan 50.000 = 107 (25%)

Sedangkan pada tahun 2022 jumlahnya sekitar 304 bilyet, pecahan terbanyak tetap pada lembaran 100.000 yakni 178 bilyet (59%)dan pecahan 50.000 = 120 (39%).

Sementara data temuan upal secara nasional pada Tahun 2021 sebanyak 310.282 bilyet dengan pecahan mayoritas adalah 100.000 (67%) dan 50.000 (31%). Sedangkan Januari hingga Oktober Tahun 2022 sebanyak 576.855 lembar, dengan mayoritas pecahan 100.000 (91%) dan 50.000 (7,9%).

Sebagai informasi, uang Rp salah satu uang yg memiliki tingkat keamanan terbaik di dunia (lebih dari 10 security features). Sebagai upaya mencegah upal, pada tanggal 23 Agustus 2022, BI telah menerbitkan uang Rp emisi baru, untuk 7 pecahan kertas. BI sendiri menyebutnya uang emisi baru ini dengan INTAN, lebih indah-tahan-aman.

Desain warna lebih tajam sehingga mudah dikenali, penguatan pengamanan yg lbh handal agar sulit dipalsukan, dan ketahanan bahan uang yg lbh baik agar semakin panjang masa edarnya. Uang emisi 2022 ini, BI juga mengakomodir masukan Pertuni mengenai ukuran uang.

Berkaitan dengan harapan Kepala KPw BI Pematangsianțar tersebut, Kajari Pematangsianțar Jurist Precisely Sitepu berkomitmen akan menuntut terdakwa pemalsuan uang rupiah seberat-beratnya. Namun ia tak lupa meminta kepada BI untuk membangun kerjasama dalam mencermati keabsahan uang pecahan.

Kategori