Mahfud ke Gakkumdu: Kita Harus Antisipasi Tidak Terjadi Pelanggaran Pelaksanaan Pemilu

By Redaksi - Tuesday, 08 August 2023
Ilustrasi Pemilu 2024. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Pemilu 2024. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu mengungkapkan peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) pada Pemilu 2024 mendatang.

Mahfud berpandangan, Gakkumdu dapat mengantisipasi pelanggaran yang berpotensi terjadi dalam kontestasi tersebut.

"Kita harus antisipasi agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang bisa membatalkan dan menodai pelaksanaan pemilu. Oleh sebab itu, perangkat hukum kita menentukan perlu adanya penegakan hukum secara terpadu," kata Mahfud seperti mengutip kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2023.

Ia menyebut, Gakkumdu dan instrumen hukum yang lain sangat diperlukan dalam pelaksanaan pemilu untuk mengawal demokrasi dan nomokrasi.

Demokrasi, lanjutnya, merupakan proses mencari kemenangan, sedangkan nomokrasi adalah proses mencari sesuatu yang benar.

"Demokrasi itu menang-menangan, nomokrasi penegakan kebenaran atas yang menang," ujarnya.

Dia menegaskan, pemilu merupakan salah satu implementasi paling penting dalam pelaksanaan demokrasi. Tujuannya adalah untuk memberikan dan menjamin penggunaan hak konstitusional setiap warga negara agar menggunakan hak-haknya dalam kehidupan bernegara.

"Dalam konstitusi RI itu, UUD 1945 begitu penting soal pemilu ini sehingga diatur dengan sekurang-kurangnya di dalam 4 pasal," sambungnya.

Mahfud menyebutkan bahwa Pasal 22 E ayat (1) mengatakan bahwa "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Kemudian, Pasal 22 E ayat (5) berbunyi "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri".

Guru Besar Fakultas Hukum UII itu mengungkapkan aturan baru tersebut berbeda dari konstitusi yang lama. Pasalnya, konstitusi lama tidak menyebutkan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Dulu (hanya) ada kata langsung, umum, bebas, rahasia, tetapi tidak jujur dan adil. Sehingga, dimasukkan sekarang langsung, umum, bebas dan rahasia harus ada dalam konstitusi dan harus dilaksanakan secara jujur dan adil," kata dia.

Untuk itu, sambungnya, dibentuk suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) di luar struktur pemerintahan atau lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden.

Mahkamah Konstitusi menuturkan, KPU bersama Bawaslu dan DKPP adalah institusi negara yang dipimpin lembaga eksekutif, tapi bukan bagian dari lembaga yang dipimpin presiden.

Apabila ada kesalahan dalam pemilu yang digugat ialah KPU, karena pemerintah hanya memfasilitasi pemilu. Hal ini juga agar KPU menjadi lembaga independen.

"Bahkan ada dalam pasal 24 C UUD 1945 tentang adanya MK, jika pemilu sudah dilaksanakan kok masih ada kecurangan tentang hasilnya. Karena proses yang tidak benar, maka negara menyediakan sebuah mahkamah bernama MK yang dulu tidak pernah ada," ucap Mahfud MD.[]