Lilis Daulay Menang, Hakim Minta BPN Mencabut SHM

By Redaksi - Tuesday, 21 September 2021

Pematangsiantar - Perkara lahan seluas 1.400 meter kubik yang tak jauh dari Taman Hewan, Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat dimenangkan Lilis Suryani Daulay di PTUN Medan, Senin (20/9/2021).

Sidang yang dipimpin Ketua Mejelis, Firdaus Muslim didampingi Elwis Pardamean Sitio dan Yusuf Ngonggo memerintahkan BPN Pematangsiantar untuk membatalkan sekaligus memcabut dua Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Ng Sok Ai.

Sertifikat yang dimaksud Hakim PTUN Medan adalah SHM No. 49 Kampung Teladan tanggal 15-6-1976 Surat Ukur PLL/1975 Luas 1.500 M2 terakhir atas nama Ng Sok Ai dan SHM No. 7 Desa Teladan tanggal 14 Maret 1988 Surat Ukur Sementara No.59/1988 tanggal 9-3-1988 luas 1.400 M2 terakhir atas nama Ng Sok Ai.

Lilis Suryani Daulay lewat kuasa hukumnya, Netty Simbolon dan Rudi Malau mengatakan, sesuai hasil perkara NO: 34/G/2021/PTUN.MDN, maka upaya hukum lain akan dilakukan. Pertama laporan tentang pencemaran nama baik. Kedua, dugaan adanya mafia sertifikat.

"Faktanya, ibu Lilis Suryani Daulay adalah korban dugaan mafia sertifikat, untuk hal ini juga akan kami tempuh jalur hukum dan membuat laporan resmi ke Kepolisian," kata kedua dalam temu pers, Selasa (21/9/2021).

Pada kesempatan itu, Rudi Malau menjelaskan bahwa tanah tersebut merupakan warisan dari kakeknya, Soedjoeno dan neneknya, Siti Kaminah. Pasangan ini melahirkan Sulastri. Lewat pernikahan Sulastri dengan Mansur Daulay lahirlah Lilis Suryani Daulay.

Dulu, kata Rudi, almarhum Soedjoeno memilih tinggal di Jalan Gunung Simanuk- manuk, tepat di depan Taman Hewan, Kota Pematangsiantar yang pada saat itu masih hamparan tanah kosong, selain rumah yang dibangun Belanda, termasuk sebahagian Rumah Sakit Tentara;

Sebelum meninggal tahun 1968, almarhum Soedjoeno bertugas sebagai polisi sejak zaman penjajahan Belanda, adalah orang pertama yang membuka Taman Hewan, salah satu bukti tangga- tangga yang berada di Taman Hewan adalah hasil kerajinan tangan alm Soedjono.

"Almarhum Soedjoeno juga dipercaya menjadi mandor besar di Taman Hewan, Pasar Horas dan Rumah Potong Hewan. Bahkan pada saat Belanda masih mnejajazah, Alm Soedjoeno yang kedapatan mencuci Bendera Merah Putih, mendapat hukuman oleh penjajah dan dimasukkan ke kandang Harimau," ujarnya.

Namun, melihat kemampuan Soedjoeno yang dapat menjinakkan semua hewan, penjajah saat itu mempercayakannya dan tinggal di rumah yang berada di lahan hingga menjadi objek sengketa.

Sepeninggalan alm Soedjoeno, lahan yang menjadi objek sengketa turun- temurun dikuasai hingga saat ini menjadi tempat usaha keturunan dari alm Soedjoeno. Peralihan lahan, dari lahan untuk usaha pertanian, berjualan kelontong dan rumah makan, hingga usaha lainnya oleh keturunan dari alm Soedjoeno.

"Pada bulan Maret tahun 2021, di lahan tersebut baru diketahui adanya muncul sertifikat yang diakui milik dari seseorang etnis Tionghoa, menjadi alasan dari keturunan alm Soedjoeno mengajukan gugatan ke PTUN Medan. Dari 12 orang keturunan alm Soedjoeno, mengkuasakan kepada saudari Lilis Suryani Daulay, untuk menempuh jalur hukum," terangnya.

Kategori