Virus Demam Babi Afrika Merebak, DPR Minta Pemerintah Edukasi Masyarakat

By Redaksi - Friday, 19 May 2023
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mendesak pemerintah agar menggencarkan edukasi terkait African Swine Fever (ASF) atau virus demam babi Afrika.

"Edukasi ke masyarakat terkait virus demam babi Afrika ini masih belum banyak dilakukan, padahal kasus yang terjadi di Luwu Timur dan daerah lain telah menyebabkan belasan ribu ternak babi mati," kata Netty dalam keterangannya, Kamis, 18 Mei 2023.

Meski belum ada penemuan yang menyebut virus ASF ini menular ke manusia, lanjutnya, penularan pada babi sangat tinggi hingga dapat menyebabkab kematian 100 persen. 

"Virus dapat bertahan lama pada babi yang sudah mati atau di lingkungan. Ternak sehat yang memakan sisa-sisa makanan bercampur daging babi terinfeksi ASF akan langsung terpapar," ujarnya. 

Lebih lanjut, ia menyinggung kejadian di Luwu Timur, di mana belasan ribu ternak babi mati setelah diberi sisa makanan. 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berpendapat bahwa kejadian itu menunjukkan bahwa masyarakat belum paham bagaimana ciri-ciri daging yang terinfeksi.

"Ciri-ciri daging terinfeksi, gejala ternak yang terpapar dan bagaimana penanganan awal yang cepat harus disosialisasikan oleh pemerintah pada masyarakat di daerah dengan tingkat konsumsi daging babi tinggi," tuturnya. 

Kemudian, dia meminta kementerian atau lembaga pemerintah terkait agar saling bersinergi dan berkoordinasi guna memperbaiki tata kelola kesehatan hewan di Indonesia.

"Imbas ekonomi virus ASF ini cukup besar karena dapat menghentikan ekspor babi. Contohnya Singapura yang langsung menyetop impor babi dari Indonesia setelah ditemukan virus ASF pada babi di Pulau Bulan," kata dia. 

"Temuan virus ASF ini sangat memprihatinkan mengingat Pulau Bulan, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai kompartemen bebas ASF dengan Keputusan Menteri Pertanian tahun 2021. Jadi, jangan anggap enteng kalau kita tidak ingin kecolongan lagi," ungkapnya menambahkan. 

Oleh sebab itu, dia berharap kasus ini dijadikan sebagai momentum untuk memperbaiki tata kelola kesehatan berbagai jenis hewan di Indonesia. 

"Jangan sampai kelalaian kita menyebabkan potensi peternakan kita sebagai penyumbang pendapatan negara terganggu," ucap Netty.[]