Penuhi Undangan Rapat KSP, PTPN III Bangun Siap Ikut Kesempatan

By Redaksi - Friday, 31 March 2023

Pematangsianțar - Persoalan lahan HGU PTPN III yang ada di Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari yang masih dikuasai masyarakat kembali dibahas oleh Asisten Personalia Kebun, PTPN III Bangun Doni Manurung dengan Kantor Staf Presiden (KSP) Sahat Lumban Raja dan Imanta Ginting, Kepala BPN Pematangsiantar Imansyah serta Kabag Tapem Pemko Pematangsianțar, Robert Sitanggang di ruang Bappeda Pemko Pematangsianțar, Kamis (30/3/2023).

Hasil undangan pertemuan itu, Doni Manurung menjelaskan terkait program perusahaan, termasuk hal-hal yang sudah dilakukan perusahaan sampai tanggal 20 Maret 2023, seperti pembayaran sugu hati dan menanam sawit di lahan yang sudah selesai di suguh hati. Namun ada yang kembali di duduki oleh warga.

"Ada 3 gubuk berdiri di lahan yang sudah di suguh hati, termasuk posko yang dibuat kelompok tani. Kami juga meminta agar pihak KSP mempertegas ini kepada masyarakat. Tentunya hal-hal seperti ini jangan dibiarkan terjadi agar tindakan yang sama dikemudian hari tidak terulang," kata Doni usai rapat.

Adapun sejumlah kesempatan dalam pertemuan itu, pertama, PTPN III Bangun diminta untuk tidak lagi mengganggu bangunan yang masih berdiri, yang mana pemiliknya menolak sugu hati, sampai ada penyelesaian yang akan disepakati kemudian hari.

Kedua, masyarakat juga dilarang untuk menanami kembali, mengusahakan kembali atau pun mendirikan bangunan di lahan yang sudah ditanami kepala sawit dan sudah disuguhi hati.

Doni Manurung mengatakan, dalam satu bulan pihaknya akan bekerja sama dengan Pemko Pematangsianțar, BPN Pematangsiantar atau pun tim yang terlibat untuk mendata kembali sekitar 80 sampai 90 bangunan rumah yang sudah berdiri. Namun ia memastikan bahwa pemilik dari semua bangunan tersebut tidak lebih dari 40 Kepala Keluarga (KK), dan diyakini semuanya bukan petani atau masyarakat kecil.

"Itu akan kami data, meskipun memang dalam pendataan kami hanya dimiliki sekitar 20 hingga 30 KK. Karena ada satu orang memiliki 3 sampai 5 bangunan. Contoh, ada marga Siagian sudah mendaftar untuk menerima sugu hati, tapi setelah dia sudah mengetahui nilainya, tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia mundur. Dia mendaftar 4 bangunan dan itu kos-kosan. Pemiliknya tinggal di Siantar, ujarnya.

Memastikan data kepemilikan bangunan itu, lanjut Doni Manurung, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak BPN Pematangsiantar dan KSP. Selama proses pendataan ini, PTPN III Bangun juga tetap diperbolehkan melakukan pendekatan untuk pembayaran sugu hati.

"Manakala ada yang bersedia menerima suguh hati sesuai kesepakatan, maka kami sampaikan kepada KSP dan kepada para pihak. Namun kami akan komit dengan kesepakatan di kantor walikota bahwa kami tidak akan mengganggu bangunan yang belum di sugu hati," terangnya dengan menambahkan bahwa setelah pertemuan ini, sekitar satu bulan akan ada pendataan warga, apakah cocok atau tidak cocok .

"Kemudian, menurut KSP tadi akan dipertemukan pihak PTPN beserta dengan datanya. Kami juga bisa menawari sugu hati, kalau pun tidak terjadi kesepakatan, KSP akan membawa ini ke kantor pusat. Itu menurut KSP, meskipun bagi kami banyak aspek yang harus dilihat, aspek pemerintahan agraria, pidana dan perdatanya.

Usai rapat, KSP, PTPN III Bangun dan warga meninjau bangunan rumah yang belum menerima sugu hati

Usai rapat di kantor Bappeda Pemko Pematangsiantar, KSP dan pihak PTPN III Bangun bersama warga meninjau bangunan yang masih berdiri. Namun sebelum meninjau, pihak KSP justru menyampaikan pernyataan yang berbeda dari hasil rapat, dimana KSP menyinggung soal lahan.

"Kami harus tegaskan seusai kesepakatan di kantor walikota, mungkin tadi KSP tidak punya banyak waktu menjelaskan dihadapan masyarakat (mengenai lahan) atau mungkin KSP punya program lain, kami tidak paham. Apa yang disampaikan (KSP) kepada warga tidak sesuai dengan kesepakatan di kantor walikota," kata Doni.

Jika apa yang disampaikan KSP dilakukan, Doni khawatir kedatangan KSP justru menimbulkan kekisruhan baru. Karena berdasarkan peninjauan hari ini, warga justru menunjukkan areal yang sudah ditanami kepala sawit.

"Kalaulah itu ditunjuk sebagai tanahnya, kami juga butuh verifikasi dokumen, apa mungkin mereka memiliki sertifikat di atas sertifikat. Apa mungkin mereka bisa membuktikan bahwa itu batas batas tanahnya. Ini kan menjadi potensi masalah dikemudian hari apabila ruang itu dibuka. Ini yang kami sayangkan. Tapi mungkin itu nanti bisa dijelaskan pihak KSP," tegasnya lagi.

Kategori