Kenaikan NJOP Meresahkan, GMKI Desak Pemko Siantar Membatalkan

By Redaksi - Monday, 10 May 2021

Pematangsiantar, Kabarnas.com - Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kota Pematangsiantar senilai 100 hingga 1000 persen menuai protes dari sejumlah kalangan. Peraturan Wali Kota (Perwakilan) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penetapan NJOP Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dinilai mencekik masyarakat.

Salah satu pihak yang melakukan protes adalah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Siantar-Simalungun. Mereka pun menolak kenaikan itu dengan menggelar unjuk rasa di Balai Kota Pematangsiantar. Mereka mendesak wali kota agar membatalkan kenaikan NJOP tersebut.

Bagi GMKI, NJOP sangat menyengsarakan masyarakat. Jangankan naik 1000 persen, naik 200 persen pun di masa sekarang ini dianggap sangat menyulitkan masyarakat.

GMKI menilai, kehadiran perwa tersebut cacat prosedur dan tidak mempedomani PMK Nomor 208/PMK/07/2018 tentang PBB P-3. Kemudian, dalam perwa itu masih menimbulkan kerancuan dan pasal-pasalnya perlu ditinjau ulang serta dicabut. Membatalkan perwa sangat penting karena masyarakat sangat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di tengah pandemi Covid-19.

"Setelah orang sedang kesulitan, putus dari pekerjaan dan sedang sulit-sulitnya mencari uang untuk kebutuhan hidup, di situ pula pemerintah kota menaikkan NJOP. Dimana keberpihakan pemerintah kepada masyarakat," kata Andri Napitupulu, Senin (10/5/2021).

Setelah siap berorasi di Balai Kota Pematangsiantar tanpa mendapatkan jawaban dari wali kota atau pejabat terkait, puluhan mahasiswa di bawah koordinator aksi Andri Napitupulu dan Natalia Silitonga langsung beranjak ke kantor DPRD Pematangsiantar.

Orasi yang sama mereka sampaikan dan meminta DPRD melakukan pengawasan terhadap segala produk kebijakan yang dikeluarkan Pemko Pematangsiantar. Dalam pengawalan puluhan anggota polisi, mahasiswa diterima anggota DPRD Pematangsiantar, Netty Sianturi.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Pematangsiantar tersebut mengatakan, bahwa pihaknya telah mempertanyakan masalah NJOP ke Pemko Pematangsiantar dan akan segera memanggil pihak Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ( DPPKAD). Kedatangan mahasiswa juga akan disampaikan ke pimpinan DPRD.

Mendengarkan jawaban itu, mahasiswa sempat kesal karena harapan mereka sebelumnya untuk bisa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tidak terealisasikan. Argumentasi antara mahasiswa dengan Netty Sianturi tidak dapat terelakkan. Namun mahasiswa merasa tidak mendapatkan solusi. Sedangkan Netty Sianturi memilih meninggalkan pengunjuk rasa.

Diberitakan sebelumnya, Kepala DPPKAD lewat Kabid PBB P2, Hamdani Lubis mengatakan, NJOP sebelumnya merupakan warisan dari tahun 1994 dan tidak relavan digunakan. Sebab, sebelum penyesuaian, masih ada NJOP sebesar Rp 10 ribu/meter sehingga dinilai tidak sesuai dalam optimalisasi Pendapat Asli Daerah dari sektor Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).

Ia juga menerangkan, penyesuaian NJOP ini seiring dengan inisiasi dari KPK yang dituangkan dalam suratnya dan ditunjukkan pada wali kota agar Pemerintah Kota Pematangsiantar berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuat peta Zona Nilai Tanah (ZNT).

"ZNT ini nilai indikasi rata-rata di tengah masyarakat sebagai bahan untuk menetapkan NJOP. Dan tahun ini kita melaksanakan penyesuaian NJOP khusus bumi sesuai petunjuk dari BPN. BPN lah yang punya kewenangan melakukan survei sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2020. Dalam ketentuan itu, BPN melakukan pengukuran, pemetaan, karestra dan penilaian tanah," jelasnya.

Seiring NJOP Bumi yang terbaru, akan mengalami perubahan yang siknifikan. Kenaikan berpariasi dari 100 persen hingga 1.000 persen, tergantung daerah atau zona. "Seperti zona di Sutomo dan Merdeka masuk zona bisnis. Kenaikan mencapai 1.000 persen. Karena dituangkan di surat KPK itu harus ada penyesuaian pada zona bisnis, dan aktifitas perekonomian tinggi," katanya.

Ada pun contoh kenaikan NJOP di zona bisnis, jika selama ini nilai paling tinggi Rp 3.5 juta /meter naik menjadi Rp 23 juta. Namun Pemko harus berpihak pada masyarakat sehingga penyesuain tadi diimbangi dengan pemberian stimulus khususnya untuk PPB P2 sebesar 99 persen. Stimulus dilakukan berupa pajak terutang.

"Misalnya pajak terutang Rp 100 ribu dan kena stimulus 99 persen maka yang dibayarkan adalah Rp 10 ribu ditambah pajak terbaru menjadi Rp 110 ribu. Pemberian stimulus ini tidak lepas dari kondisi pandemi Covid-19.